Bagian Pertama: Tapanuli Utara dan Ceritanya di Kalimantung
Pesona Kalimantung udah gua jelasin di bagian sebelumnya (kalau belum baca silahkan lihat postingan sebelumnya). Lebih dari itu, di Kalimantung gua dapet kesempatan besar untuk mengetahui cerita tentang kampung halaman gua sendiri.Ini dia sedikit cerita tentang Tapanuli Utara.
Solo Travelling
Perjalanan ke Pulau Kalimantung ini gua lakukan sendiri, tanpa bersama siapapun (kecuali di kapal). Hal paling menyenangkan dari melakukan perjalanan sendiri alias solo travelling adalah kesempatan kenal dengan orang baru tinggi. Dari banyak cerita yang gua dapetin tentang pengalaman orang-orang solo travelling adalah mereka juga menemukan kenalan-kenalan baru dan bisa mendengar cerita-cerita menarik dari tempat tersebut. It's True! Dan inilah yang gua alamin, sangat menyenangkan!
Selama dari pantai PIA Hotel, gua gak banyak ngobrol dengan siapapun, kenapa? karena ya gua mau menikmati perjalanan yang sedikit menjadi ajang self healing buat gua. Naik ke kapal gua cuma diam menikmati suara ombak dan terpaan ombak ke kapal kecil yang gua tumpangi. Tidak banyak orang yang ikut dalam perjalanan ini, kurang lebih hanya 10 (sepuluh) orang aja yang ikut di perjalanan ini. Sepuluh orang ini terdiri dari satu kelompok keluarga (dengan jumlah 5 pasukan) dan juga satu kelompok anak baru gede (ABG) wanita (dengan jumlah 4 pasukan).
Perjalanan sangat menyenangkan buat gua pribadi. Gua ngeliat langsung gimana kelompok keluarga sangat menikmati perjalanannya. Dengan tiga orang anak, mereka berswafoto ria, melakukan siaran live (gua juga gak ngerti kenapa harus live sih), serta mengambil foto-foto pemandangan dari atas kapal.
Perjalanan juga dibuat heboh dengan kelompok ABG. Di awal perjalanan mereka heboh karena mereka harus menunggu temannya yang sedang membeli topi-topi cantik. Namun, karena lamanya pengantaran topi cantik tersebut, satu kapal harus menunggu mereka supaya topi cantik tersebut datang. Alhasil, ibu-ibu dari kelompok keluarga marah-marah, ngedumel, dan mengancam turun dari kapal. Intinya, memang anak muda dan orang tua gak bisa nyambung.
Cerita-cerita tentang Tapanuli Utara
Gua sangat menikmati waktu-waktu di jalan dengan segala kehebohan yang terjadi karena ombak maupun heboh untuk berswafoto. Tidak terasa sudah dua jam perjalanan kita menuju Pulau Kalimantung dan mesin kapal dimatikan lalu pesawat berlabuh di atas gumukan pasir putih Pulau Kalimantung.
Pemandangan Kalimantung gimana? Coba baca aja cerita lengkapnya di sini
Di sini gua mau cerita tentang cerita-cerita yang gua dapatkan dari Warga Lokal (Warlok). Gua belum ceritain sebelumnya, bahwa perjalanan ini dikemudikan oleh dua orang dan juga terdapat satu orang fotografer, ketiganya adalah warga lokal. Tapi diperjalanan ini gua cuma ngobrol sama seorang pengemudi kapal dan seorang fotografer (dulunya dia pers), ini dia Yudi Sihotang dan WawanSetelah gua selesai menikmati pemandangan dan gua lagi nulis-nulis hal-hal yang mau gua tuliskan tentang Kalimantung, datanglah salah satu pengemudi kapal dan mengajak ngobrol. Kita sama-sama sepakat bahwa Kalimantung memang indah. Kita sama-sama sepakat bahwa Tapanuli Utara masih memiliki banyak sekali wisata pulau yang harus dikunjung. Dan kita sama-sama sepakat bahwa, salah satu keunggulan Tapanuli Utara selain perikanan adalah wisata pulaunya. Terlihat monoton sekali ya perbincangannya. Cuma, ada cerita yang lebih dari itu semua.
Gua mengatakan kepada mereka bahwa Sibolga serta Tapanuli Utara keren sekali. Buat gua yang pertama kali kesana, gua sangat nyaman dan merasa hangat. Lalu gua bertanya, "apa penghasilan utama masyarakat yang ada di sini?" Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah nelayan. Lalu pertanyaan gua selanjutnya, "Terus abang-abang kenapa tidak jadi nelayan saja?" Lalu apa jawab mereka? ini dia...
Menjadi Nelayan
Mengetahui masyarakat Tapanuli Utara yang ada di sini berpenghasilan sebagai Nelayan, itulah sebabnya gua melemparkan pertanyaan demikian kepada mereka. Anehnya, mereka hanya tertawa mendengar pertanyaan gua tersebut. Singkat cerita, maka mereke berceritalah tentang pengalaman mereka berdua yang pernah menjadi nelayan.
Menjadi nelayan bukanlah hal yang mudah kata mereka berdua. Ada banyak hal yang menjadi taruhannya, salah satunya adalah nyawa. Mereka bercerita mengenai pengalaman-pengalaman yang buat gua buruk kepada gua. Yudi bercerita mengenai banyak sekali pengalamannya menjadi nelayan. Ia berumur 21 tahun, tapi buat gua dia pengalamanya lebih banyak daripada gua yang ada di kota.
Ia pernah mencoba menjadi nelayan. Ia bercerita bahwa menjadi nelayan itu tidak mudah karena mereka harus bekerja dibawa tekong. Apa itu Tekong? Berdasarkan artikel ini (klik di sini) Tekong berasal dari bahasa Thailand yang berarti pemilik kapal atau ada yang mengartikannya sebagai nahkoda. Berdasarkan penjelasan dari Yudi, dia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tekong adalah nahkoda.
Nahkoda bukan sembarang nahkoda. Bekerja dengan mereka sangat-sangat tidak menyenangkan. Mengapa? Tidak jarang Yudi menemukan tekong-tekong yang keji. Dia menjelaskan, memang apabila berlayar, menangkap ikan, total ikan yang ditangkap sangat besar dan duit yang dihasilkan secara total memang tinggi. Namun, uang-uang tersebut tidak dapat dinikmati sepenuhnya oleh anggota-anggota. Mengapa? karena sebagian besar telah diambil oleh tekong-tekong tersebut. Tidak hanya menjelaskan secara singkat, Yudi bahkan menceritakan detil-detil mengenai pemotongan pendapatan yang mereka dapat karena sudah diambil oleh tekong-tekong.
Buat gua cerita itu memang menandakan bahwa kita masih di jajah. Hanya saja penjajahan ini tidak terlihat karena terjadi di tengah laut dan juga menjajah masyarakat dengan golongan menangah kebawah, yang notabene mereka mau tidak mau harus bekerja dan mendapatkan duit sehingga mereka dapat menyambung hidup. Pekerjaannya keras? ditindas? buat mereka tidak masalah, karena selama ada uang dan tenaga yang cukup, mereka masih mau mengerjakannya.
Yudi bercerita, tidak jarang terdapat anak buah kapal yang membawa alat tajam ke atas kapal yang mereka tunggangi. Mengapa? Karena alat tersebut akan digunakannya sebagai alat perlindungan diri apabila kapal mengalami masalah, dan sekoci maupun pelampung yang ada di kapal terbatas. lalu alat tajamnya digunakan sebagai apa? Silahkan kalian yang berimajinasi sendiri.
Yudi bercerita bahwa terdapat beberapa tekong yang berasal dari ras maupun suku tertentu yang terkenal kejam. Ada tekong yang mengharuskan anak buah kapalnya menangkap ika dengan menyalam menggunakan alat-alat sederhana antara 15-40 meter, yang notabene sangat-sangat dalam dan bertekanan tinggi. Bahkan Yudi menceritakan, apabila ia sudah sampai di dalam laut, kadang ia tidak bisa lagi melihat matahari, dan seakan-akan ia pindah kehidupan, ke bawah laut.
Yudi juga bercerita bahwa ada juga nelayan-nelayan yang bekerja dengan satu golongan tertentu, ia akan dikuras habis tenaganya. Mereka bekerja seharian menarik jaring, memancing, dll. tetapi hanya diberikan dua potong roti. Apakah kenyang? Jelas tidak, apalagi kita memiliki kultur "tidak makan nasi, belum makan."
Cerita menyedihkan tersebut juga diselipkan dengan cerita-cerita cukup menyeramkan. Yudidan Wawan menceritakan mengenai bagaimana pemakaman-pemakaman anak buah kapal yang harus wafat di tengah laut. Pilihannya ada dua, di buang di pulau atau di buang di laut. Apakah keluarga tau penyebab kematiannya? Mayoritas penyebab kematian akan dikaburkan, karena sebagian besar disebabkan oleh kesalahan manajemen manusia yang ada di atas kapal.Dari cerita-cerita ini gua cuma bisa merasa prihatin. Di tanah yang dijuluki Kota Ikan dan Negeri Wisata Sejuta Pesona, ternyata nelayan-nelayan lah yang diperas. Nelayan-nelayan lah yang ditindas. Apakah pesonanya ada pada penindasan kepada nelayan-nelayan itu?
Tidak berhenti soal nelayan, kita juga berlanjut ke soal politik. Cuma karena politik adalah hal yang sensitif di Tapanuli Utara, mungkin gua akan mempertimbangkannya lagi apakah gua pantas menaikkan itu. Mengapa? Karena perbincangan kita tentang politik kala kita di Kalimantung sangatlah sensitif, kejam, dan juga sedikit menyedihkan. So, this is the end of the story of North Tapanuli. Cerita-cerita yang menyerakan dan juga kejam ini semoga bisa memberikan banyak insight buat kita bahwa masih banyak orang yang perlu kita bantu. Thanks for reading. Bye.
Komentar
Posting Komentar